Apakah Pendidikan Tinggi hanya untuk yang kaya?
Oleh : Windy Anugrah Fulendra
(Sumber) |
"Kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) yang cukup besar di berbagai universitas di Indonesia, yang menyebabkan reaksi beragam dari mahasiswa, merupakan fenomena yang sangat disayangkan. Kenaikan UKT yang cukup signifikan setiap tahunnya membuat para orang tua, terutama dari kalangan menengah ke bawah, harus mempertimbangkan berkali-kali jika ingin anak mereka melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi."
Apabila kita melihat Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Nomor 25 Tahun 2020 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi pada Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Lingkungan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi, ternyata Pasal 2 ayat (3) menjadi dasar dalam menetapkan biaya kuliah tunggal (BKT).
Pasal tersebut mengatur standar satuan biaya operasional pendidikan tinggi (SSBOPT) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi dasar untuk menetapkan BKT. Artinya sumber pendapatan kampus ialah dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan untuk PTN.
PTN juga menetapkan biaya yang ditanggung oleh mahasiswa. Pasal 6 ayat (2) menjelaskan pimpinan PTN selain PTN berbadan hukum menetapkan besaran UKT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) setelah mendapatkan persetujuan dari menteri melalui direktur jenderal pendidikan tinggi bagi universitas dan institut atau direktur jenderal pendidikan vokasi bagi politeknik dan akademi komunitas.
Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi, terutama Pasal 3, menjelaskan pendidikan tinggi berasaskan kebenaran ilmiah, penalaran, kejujuran, keadilan, manfaat, kebajikan, tanggung jawab, kebinekaan, dan keterjangkauan. Asas-asas tersebut jelas merupakan dasar mengambil sebuah kebijakan. Kenaikan UKT yang signifikan telah melanggar asas keterjangkauan, keadilan, kebajikan, dan manfaat. Pelanggaran aspek keterjangkauan ialah biaya yang terlalu tinggi sehingga para orang tua sulit untuk menjangkau.
Jumlah warga miskin di Indonesia masih sangat tinggi. Ketika untuk bertahan hidup saja sulit, bagaimana mungkin mereka bisa membayangkan menyekolahkan anak-anak mereka ke perguruan tinggi? Kartu Indonesia Pintar (KIP) yang tidak tepat sasaran memperburuk masalah di sektor pendidikan yang belum juga terselesaikan. Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mengungkapkan bahwa distribusi KIP Kuliah banyak yang tidak tepat sasaran karena proses yang tidak transparan. Proses pendaftaran, verifikasi, hingga pengumuman tidak transparan. Pola masalah ini sebenarnya terjadi berulang kali, namun hingga saat ini tidak ada ketegasan dari pemerintah untuk mengatasinya.
Contoh kenaikan UKT yang signifikan terjadi di Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto. UKT tertinggi untuk program studi di Fakultas Hukum yang sebelumnya hanya Rp3 juta, sekarang meningkat menjadi sekitar Rp7 jutaan. UKT yang ditetapkan dalam Peraturan Rektor Unsoed Nomor 6 Tahun 2024 bukanlah jumlah yang kecil. Kenaikan serupa juga terjadi di beberapa universitas besar lainnya. (detik.com Kamis 30/5/2024) Untuk di Universitas Negeri Padang ada berita baik bagi mahasiswa dan calon mahasiswa Universitas Negeri Padang (UNP). Sementara di provinsi lain ramai dengan isu kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) atau biaya kuliah yang sangat tinggi, Perguruan Tinggi Negeri di Kota Padang, seperti Unand dan UNP, tidak berencana menaikkan UKT mereka. Ketua Majelis Rektor PTN Indonesia periode 2022-2024 yang juga Rektor UNP, Prof Ganefri PhD, menyatakan bahwa Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) di Sumatera Barat (Sumbar) tidak akan menaikkan UKT. Pernyataan ini disampaikan oleh Prof Ganefri kepada wartawan setelah meresmikan UNP Mart di Kampus 3 UNP Ulu Gadut Padang pada hari Senin (20/5/2024).
"Saya meyakinkan bahwa UKT PTN yang telah PTNBH di Sumbar, tidak akan mengalami kenaikan. Jadi kampus yang telah PTNBH tidak berpikir bagaimana menaikkan UKT, malah memikirkan bagaimana caranya menurunkan UKT," jelas Prof Ganefri.
Rektor UNP yakni Prof Ganefri menjelaskan, unit usaha yang dibangun civitas academica UNP pada saat ini mempunyai penghasilan lebih kurang sebesar Rp200 Miliar, di luar UKT. "Kita mempunyai beberapa unit usaha, yang terbaru adalah UNP Mart. Unit usaha kita yang lainnya bergerak di bidang perhotelan, pabrik alat-alat pendidikan di Batam, serta memberdayakan apa yang telah dimiliki UNP, seperti prasarana olahraga, auditorium, kolam renang, dan lain-lain," paparnya. (PadangEkspresDigitalMedia.com)
Kenaikan UKT memunculkan pro dan kontra di kalangan mahasiswa dan masyarakat, dengan pertimbangan terkait operasionalisasi perguruan tinggi dan akses pendidikan bagi semua seperti kenaikan UKT dianggap memberatkan bagi sebagian calon mahasiswa, bahkan menyebabkan ancaman pengunduran diri oleh sebagian calon mahasiswa. kenaikan UKT juga menjadi isu kontroversial di kalangan mahasiswa dan masyarakat, karena dianggap tidak sesuai dengan prinsip bahwa pendidikan harus diakses oleh semua orang tanpa terkecuali.
Dari semua yang terjadi pasti ada sisi positif dan negatifnya. Sisi positifnya karena di kampus saya Universitas Negeri Padang tidak ada kenaikan UKT. Bahkan Rektor UNP Prof Ganefri tetap komitmen untuk tidak menaikan UKT yang sangat membebani mahasiswa dan orang tua. Karena, dengan telah menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH) sehingga UNP mempunyai kewenangan membuka badan usaha untuk menggali peningkatan nilai asset. Sedangkan sisi negatif nya kenaikan UKT dapat menyulitkan mahasiswa dari keluarga yang tidak mampu untuk membayar biaya kuliah dan dapat memicu protes dari mahasiswa baru dan menimbulkan kecemasan di masyarakat.
(END/WINDY)
Komentar
Posting Komentar